Resensi Buku "10 Tahun Perjalanan Hati"


Judul Buku   : 10 Tahun Perjalanan Hati
Penulis         : Alberthiene Endah
Penerbit        : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan        :  I, 2018
Tebal Buku   : 540 hlm
ISBN             : 978-602-03-8326-2




 Tidak mudah menjadi seorang Ibu Negara di era reformasi. Tak ada presiden yang bebas dari kritik terbuka. Itu memang risiko politik demokrasi. Maka saya pun menjalani tugas di tengah bising kecamuk politik. Saya mengalami sepuluh tahun dengan jatuh bangun perasaan yang luar biasa” (hlm. 12)
Itulah kutipan awal dari buku yang berjudul “Buku ini berjudul 10 Tahun Perjalanan Hati”. Sebuah buku yang berasal dari hati seorang Ibu Ani Yudhoyono. 

Buku ini menjelaskan dan menggambarkan cerita dan peristiwa penting serta pengalaman Ibu Ani Yudhoyono selama menjadi Ibu Negara dalam kurun waktu 10 tahun mendampingi Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden Republik (RI) Indonesia ke-6. Pengalaman tersebut dibagikan kepada masyarakat. Selain itu, melalui buku ini, pembaca seakan dibawa ke masa-masa beliau menjadi Ibu negara. 

Buku ini terbagi dalam sebelas bab yang menceritakan mulai dari dilantiknya Bapak SBY sampai menjadi rakyat biasa. Buku ini diawali dengan cerita mengenai momen-momen Ani Yudhoyono mendampingi Bapak SBY sebagai Presiden RI ke-6 tahun 2004 silam, mulai dari kehidupan istana, menguak sisi lain kehidupan Istana, orang-orang terdekat, serta gambaran mengenai keluarga yang senantiasa mendukung langkahnya mendampingi Presiden. Ada kalimat yang membuat kita, sebagai pembaca, merasakan bagaimana keadaan Istana saat itu,  

Yang paling sulit dihadapi dalam Istana adalah melatih diri untuk bisa kerasan di dalam ketegangan dan keheningan” (hlm. 88).

Semua itu terangkum dalam bab I mengenai langkah awal. Hal itu berbeda dengan kacamata pembaca yang nnotabenenya sebagai rakyat biasa yang senantiasa beranggapan bahwa tinggal di istana adalah sebuah kemewahan. 

Pada bab ke-2 dan ke-3, Ibu Ani menceritakan mengenai pengalamannya dalam mendampingi Pak SBY dalam bertugas sebagai Presiden RI di dalam negeri maupun di luar negeri. Persoalan demi persoalan kerap datang menghampirinya selama menjadi Ibu Negara, salah satunya ketika bencana datang. Bencana besar seperti gempa Nabire dan Aceh mengiringi perjalanan beliau sebagai Ibu negara. Sebuah tantangan yang harus dilewati dan dijalani. Sebagai Ibu Negara, tentunya, ada tugas moral untuk membantu suaminya dalam mengatasi suatu bencana. Bersama kelompok para istri menteri, beliau membuat sebuah organisasi yang menauingi para istri menteri dalam upaya turut serta membantu para suami, sebagai pejabat negara, dalam menyelesaikan persoalan negara, meskipun sifatnya tidak secara langsung. 

Baginya, menjadi seorang Ibu Negara menuntut untuk selalu fit dan bugar dalam setiap kesempatan. Oleh sebab itu, pada bab ke-4, beliau menerangkan tentang pentingnya menjaga kesehatan baik untuk dirinya maupun Presiden. Sebagai pejabat negara, tentunya, negara menyediakana tim kesehatan Kepresidenan yang senantiasa memeriksa dan mengontrol kesehatan mereka. Meski begitu, tetap saja sebagai manusia biasa, beliau juga sering didatangi penyakit langganan yaitu masuk angin. Bahkan, dalam bab ini, terdapat bagian yang menceritakan tentang penyakitnya sehingga membuat beliau harus dirawat intensif di rumah sakit.  

Kemudian, pada bab 5, beliau menceritakan kembali kenangan yang berkaitan dengan mancanegara. Tamu dari berbagai negara datang silih berganti dalam berbagai kesempatan. Tentunya, banyak sekali hal-hal yang harus dipersiapkan dan diperhatikan. Dalam buku ini, Ibu Ani menceritakan banyak hal, mulai dari perihal makanan, dekorasi, fashion, peristiwa yang mendebarkan, sampai hal-hal yang menyenangkan. Dari cerita tersebut, pembaca seolah disuguhkan dengan berbagai hal mengenai serba-serbi mancanegara yang dilihat dari sudut pandang kehidupan Ibu negara. 

Tahun demi tahun dilewati dalam memimpin Indonesia. Sebagai kepala negara dan pemerintahan, berbagai kritik tajam datang silih berganti, bahkan tak jarang fitnah menyerang beliau. Hal tersebut, tentunya sangat mengganggu. Bukan tidak mungkin, segala tuduhan tersebut akan memengaruhi orang lain. Melihat hal tersebut, maka Ibu Ani ikut mengambil suara untuk menjelaskan kepada masyarakat atas isu yang ditujukan kepadanya, salah satunya adalah mengenai politik. Sehingga dalam bab 6, beliau mengupas mengenai hal tersebut untuk memberikan tanggapan dan klarifikasi.


Di era digital seperti sekarang ini, Ibu Ani juga mengelola akun media sosial yaitu Instagram. Melalui platform ini, Ibu Ani menyalurkan hobi fotografi, mulai dari tanaman, hewan, pemandangan, sampai foto-foto keluarga besarnya. Di sisi lain, hal tersebut memungkinkan rakyat untuk berkomentar atas apa yang telah diunggah beliau. Bahkan, tidak jarang pula Ibu Ani membalas komentar yang ada di kolom komentar, baik yang positif maupun negatif. 

banyak foto mengharukan dan sangat ‘berbicara’. Itulah foto ekspresi jujur yang kelak akan saya perlihatkan pada cucu jika kami membicarakan kenangan semasa SBY menjadi Presiden” (hlm. 230)

Sejatinya, itu adalah tugas sang suami. Namun, tetap saja hal-hal tersebut mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Menjadi seorang Ibu Negara yang selalu senantiasa mendampingi Bapak Presiden tentunya membutuhkan stamina yang kuat. 

Dari segi layout, buku menyuguhkan banyak gambar yang mendukung tiap bagian atau judul. Sehingga, sekali lagi, pembaca seakan diajak untuk menyelami dan membayangkan momen-momen bersejarah saat itu. Selain itu, kutipan-kutipan langsungnya juga dapat menjadi sebuah renungan bagi pembaca. Dari sisi bahasanya, buku ini menawarkan bahasa yang renyah, sangat naratif, sehingga sangat mudah dipahami. 

Dari sekian kelebihannya, penulis belum menemukan kekurangan yang sifatnya substantif. Hanya saja, dari segi harga buku, buku ini tergolong tidak murah. Namun, ini juga sangat relatif, tergantung kemampuan pribadi masing-masing. Yang jelas, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca sebagai refleksi kehidupan dari sudut pandang seorang First Lady. It’s worth reading it!
 
Sayangnya, tepat 1 Juni 2019 yang lalu, beliau wafat di Rumah Sakit Nasional Singapura pukul 11.50 waktu setempat setelah berjuang melawan kanker darah selama tiga bulan terakhir. Buku tersebut dapat dikatakan sebagai buku terakhir beliau. Meski beliau telah tiada, jasa-jasa dan kebaikannya akan selalu dikenang oleh seluruh masyarakat Indonesia. (Nasrul)

Komentar

Hasan Basri mengatakan…
Renyah bacanya
Nasrul's blog mengatakan…
Terima kasih Mas Hasan! Saya masih belajar. Mohon kritik dan saran.

Postingan Populer