KH. Muhaimin (Mojokerto)


Sosok Kyai memang menjadi panutan bagi jama’ah dan para santrinya. Karena beliau-beliaulah pewaris para nabi. Salah ulama dan pejuang di Kota Mojokerto. KH. Muhaimin juga patut untuk dicontoh. Seorang ulama yang lahir di dusun kedung Kopek desa Surodinawan Kota Mojokerto, 13 April 1913 dari pasangan KH. Moh. Noer dan Hj. Shoimah. Di bawah bimbingan orang tua dan kakeknya, KH usman, beliau dibesarkan di lingkungan yang  agamis di desa Surodinawan Kota Mojokerto. Mulai dari sini, beliau mendapatkan pendidikan agama yang sangat kental di tengah-tengah zaman penjajahan. KH. Muhaimin adalah salah satu sosok ulama dan pejuang kemerdekaan yang konsen dalam bidang sosial dan pendidikan, khususnya pendidikan agama. 

Pendidikannya dimulai tahun 1919 sampai 1925, beliau melanjutkan ke Pondok Pesantren Assholikhiyyah Kranggan Mojokerto yang diasuh oleh KH. Ilyas. Tahun 1925, beliau menuntut ilmu kembali di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang di bawah bimbingan Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Baidlowi dan Kyai Mahfudz. Bersama kawannya, KH. Achyat Chalimi, KH. Yahdi Matlab dan KH Shodiq mengaji dan sekolah di Jombang Jawa Timur.

Atas izin Allah SWT, beliau bisa menunaikan ibadah haji pada tahun 1933. Sperti yang kita ketahui, perjalnan haji tidak semudah sekarang ini. Dahulu, perjalanan haji dapat memakan waktu yang cukup lama sehingga memerlukan periapan yang banyak. Dalam perjalanan panjang nya, beliau mengisinya dengan mendalami ilmu-ilmu agama di atas kapal bersama kawan-kawannya. Sepulang dari tanah suci pada tahun 1939, beliau dinikahkan dengan putri Kyai Romli Trowulan Mojokerto. Namun karena belum siap untuk dijadikan mantu oleh kyai, KH. Muhaimin melarikan diri ke untuk mondok lagi di mojosari Nganjuk. Atas nasihat dari KH. Zainuddin, akhirnya beliau memutuskan untuk menikah dengan putri kyai. tiga tahun setelah menikah, beliau masih mondok di Nganjuk. Tahun 1936, beliau kembali ke Trowulan Mojokerto membantu di Pondok Pesantren bersama kakak iparnya, KH. Dimyati Romli, KH. Anwar Panji Buduran Sidoarjo, dan KH. Munasir.

Tahun 1939, beliau pindah ke kedung mulang Kota Mojokerto dengan harapan bisa mengamalkan ilmu yang telah diperoleh kepada masyarakat sekitar. Selain rumah, beliau juga mendirikan surau (Sekarang menjadi komplek pendidikan Islam). Tahun berikutnya, dibantu oleh sang istri, beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama, baca tulis, bahasa Arab, dan keterampilan menyulam kerudung. Karena kegigihannya dalam pendidikan Islam, para penjajah Jepang sempat mengawasi secara ketat seluruh kegiatan keagamaannya. Untuk menyiasatinya, kegiatan keagamaan tetap berjalan di siang hari dan menjadi markaz komando untuk memba1has rencana strategi melawan penjajahan. 

Ketika gejolak G30S PKI tahun 1965, kegiatan pesantren pun terganggu. Banyak santri yang diganggu oleh orang-orang PKI. Namun, ketika kondisi berubah ketika PKI dibubarkan oleh pemerintah pusat, kegiatan para santri lancar dan kondusif. Tahun 1986, yaysan sosial dan pendidikan yang didirikan berhasil mendapatkan pengakuan hukum dari negara melalui notaris., di antaranya adalah TK/MI, MTsN dan  Pondok Pesantren Nurul Huda.
 
Dibantu oleh ketujuh anaknya, yayasan ini berkembang pesat dalam bidang pendidikan dan sosial. Namun, pada hari Jum’at, 7 Juli 2000, beliau tertimpa musibah kebakaran hebat meluluhlantakkan bangunan rumah dan pesantren putri. Musibah ini tidak hanya menghanguskan bangunan saja, akan tepapi menghilangkan saksi sejara perjuangan kemerdekaan Indonesia dimana rumah tersebut menyimpan berbagai peninggalan seperti seragam hisbullah, senjata-senjata rampasan tak terkecuali yang lebih menyedihkan adalah seluruh kitab-kitab beliau juga hangus dilalap si jago merah. Kejadian ini cukup mengagetkan, pasalnya seluruh keluarga beserta para santri sedang bersiarah ke walisongo dan menyisakan seorang anggota keluarga di rumah tersebut dan beruntung beliau selamat. Namun, beliau tetap sabar dan tabah atas musibah ini.

Di tahun itu pula, beliau pulang ke rahmatullah bertepatan pada hari senin, 7 agustus 2000 pukul 11.30 dalam usia 87 tahun dalam kecelakaan lalu lintas. Kemudian, beliau dimakamkan di makam Islam berdekatan dengan kakeknya KH. Usman surodinawan  Kota Mojokerto. Tak berselang beberapa bulan, Ibu Nyai Hj. Siti Rohmah menyusul pulang ke pangkuan Ilahi pada Kamis, 1 Maret 2001 di Rumah Sakit Islam Sakinah Mojokerto karena sakit. Dan beliau dimakamkan di Makam Islam Surodinawan Kota Mojokerto berdekatan dengan suaminya, KH. Muhaimin. Untuk mengenang jasa-jasa beliau, setiap kamis sore, salah satu keluarga ndalem mengajak seluruh santri untuk berziarah ke makam. Harapannya, perjuangannya dapat senantiasa diteruskan oleh seluruh santri dimanapun nantinya. 
    

Segala apa yang diperjuangkan oleh KH. Muhaimin dan keluarga, sekarang sudah membuahkan hasil yang baik. Di antaranya adalah Yayasan sosial dan pendidikan yang semakin membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar, baik itu dari Pondok Pesantren Al-Qur’ans Nurul Huda maupun sekolah-sekolah Islamnya. Salah satu putranya yakni KH. Faqih Usman, Lc memiliki peranan sangat penting dalam memajukan warisan perjuangannya. Semoga perjuangannya dalam Islam dan Republik Indonesia dinilai Allah SWT sebagai amal baik dan bisa memberikan manfaat untuk banyak orang.  

Disarikan dari file keluarga ndalem.  

Komentar

Postingan Populer