Ringkasan Kuliah Umum 'Revolusi Industri 4.0'
Assoc. Prof. Sulfikar Amir, Ph.D memberikan kuliah umum di pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia |
Revolusi Industri 4.0 dalam pengembangan IPTEK dan pendidikan tinggi
Disarikan dari: Assoc. Prof. Sulfikar Amir, Ph.D
Nanyang Technological University, Singapura
Suatu kesempatan yang sangat bagus bagi saya mengikuti acara stadium generale oleh Bapak Sulfikar Amir, Ph. D tentang revolusi industry 4.0 dalam IPTEK dan PT. Pria asal Makassar, Sulawesi Selatan ini, menyelesaikan S1 di ITB dengan jurusan teknik. Namun, di jenjang S2 dan S3, beliau mengambil jurusan ilmu sosial di New York, Amerika Serikat. Selain itu, beliau pernah menerbitkan buku yang berjudul 'The Technological State in Indonesia' di penerbit internasional Routledge.
Saat ini, isu industri 4.0 sangat popular di dunia. Dalam hal ini, beliau memaparkan sejauh mana industry 4.0 ini memengaruhi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dampaknya terhadap perguruan tinggi.
Istilah 4.0 ini merupakan lanjutan dari kemajuan industri 1.0, 2.0, dan 3.0. semuanya memiliki andil besar dalam kemajuan peradaban manusia. Beliau, dalam acara tersebut, mengawali dengan melemparkan pertanyaan kepada hadirin tentang makna industri 4.0. Beberapa hadirin menjawab bahwa industry ini berkaitan dengan ‘Internet, data, transparansi informasi’. Secara garis besar, revolusi industry 4.0 ini ditandai dengan adanya kemajuan IoTs (Internet of Things) dimana Internet memiliki peran penting dalam perindustrian.
Menurut beliau, industry 4.0 ini, awalnya, adalah kegelisahan para ilmuan jerman dimana, pada saat itu, perekonomian dan daya saing mereka turun. Seperti yang kita ketahui bahwa Negara ini dikenal sebagai the most competitive country dan paling inovatif dalam teknologi. Selain itu, produk-produk yang dihasilkan Jerman dikenal berkualitas dan mahal. Lihat saja mobil BMW, VW, dan Mercedes. Mobil-mobil tersebut harganya sangat mahal. Tidak hanya harganya, pajaknya juga selangit. Namun, memiliki barang-barang tersebut menunjukkan adanya kemampuan finansial penggunanya.
Oleh karena itu, para pemangku kebijakan, pemerintah dan asosiasi pengusaha Jerman bersepakat untuk membuat suatu wacana yang disebut dengan Platform of Industry 4.0. Setidaknya terdapat tiga hal penting untuk diperhatikan ;
Digitalisasi
Proses ini memungkinkan industry memakai system digital dalam pabrik mereka. Hal ini bermanfaat untuk efisiensi sehingga dapat menekan harga. Di sisi lain, aka nada banyak posisi yang tergantikan oleh system ini.
Automatisasi
Merupakan suatu proses dimana kemampuan mesin dalam meproduksi sesuatu dijalankan dengan system otomatis, tanpa butuh banyak pihak. Sama halnya di atas, ini akan menjadi ancaman bagi pekerja/buruh di suatu perusahaan. Mereka akan tergantikan olehnya.
Interkonektivitas
Pada era ini, menjalankan suatu bisnis akan jauh lebih mudah jika memiliki konektivitas yang luas dan jaringan yang kuat. Interkonektivitas memungkinkan industry untuk berkolaborasi dengan sejumlah pihak, termasuk perguruan tinggi, untuk menunjang produksi.
Ketiga poin itu, sekali lagi, erat kaitannya dengan industry 4.0. ada banyak sekali pola interaksi dalam masa ini, baik dalam hal aturan dan regulasi. Industry 4.0 ini, sebetulnya, diciptakan untuk negara Jerman sendiri untuk mendongkrak industry mereka untuk menghadapi persaingan dengan negara-negara lainnya, khususnya negera di Asia yang semakin maju, seperti Tiongkok. Namun, sejumlah negera rupanya melirik system ini untuk diaplikasikan di negaranya, Indonesia salah satunya.
Pertanyaannya, apakah Indonesia sudah siap dengan itu?
Dalam penjelasannya, beliau berkelakar bahwa bukan industry 4.0 diadopsi tetapi ‘industri 0.4’. Istilah angka ‘0.4’ agaknya seperti lucu dan cenderung berkonotasi negatif. Hal ini mengingat bahwa konsep tersebut merupakan rancangan untuk dibuat di negara maju, seperti Jerman. Indonesia, sebagai developing country, kemudian apakah sudah sesuai jika menerapkan konsep tersebut?
Dalam penjelasannya, beliau berpendapat bahwa setidaknya terdapat 4 hal dimana Indonesia memiliki empat modal besar untuk bisa maju seperti konsep yang ditawarkan sebelumnya.
Social Capital
• Trust
• Solidarity
• Compassion
• Tolerance
Cultural Capital
• Respect
• Pride
• Diligence
• Mindfulness
Creative Capital
• Open-mindness
• Collaboration
• Exploration
• Passion
Democratic capital
• Freedom
• Engagement
• Inclusion Organization*
Keempat hal di atas merupakan modal yang dimiliki bangsa Indonesia untuk mengejar ketertinggalannya. Kita ambil contoh Social capital. Modal ini adalah modal yang melekat pada rakyat Indonesia dimana masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat yang saling menghargai, memiliki solidaritas tinggi dan semangat toleransi. Ini yang akan menjadi pendorong kemajuan bangsa yang tidak ditemukan di negara lain.
Transforming the University
Seperti yang disebutkan dalam poin penting dalam industry 4.0 sebelumnya bahwa terdapat 3 poin yang berkaitan dengan konsep industry ini. Poin-poin tersebut memengaruhi perkembangan perguruan tinggi di Indonesia.
Digitalisasi
Penggunaan system digital dalam pembelajaran dan pengajaran. (The use of digitalization in teaching and learning)
Otomatisasi
Proses otomatisasi dalam perguruan tinggi akan mengancam kelangsungan tenaga kerja di dalamnya karena posisi mereka digantikan oleh mesin yang atomatis.
Interkonektivitas
Networking & collaborating in research and development.
Questioning
Sudah cukupkah sumber dayanya?
Apakah konsep tersebut perlu ?
Back to basic
Menurut Sulfikar, perlu kiranya kembali kepada hal-hal yang paling dasar dalam pembelajaran dan pengajaran. Poin-poinnya dapat diringkas sebagai berikut:
University – learning institution
Learning is social experience
Univeritas adalah tempat bertemunya profesor, dosen, mahasiswa, dan seluruh civitas academica
Baginya, meskipun kita memiliki akses digital yang mudah untuk mendukung proses pembelajaran, namun, proses interaksi (face-to-face) dalam pembelajaran masih dipandang penting. Karena learning is all about meaning making. Wallahu a’lam. (Nsrl)
Komentar