Ide Bisnis
“Lakukan apa yang
bisa kamu lakukan”. Chairul Tanjung, CEO CT Corp.
Saya
dilahirkan dan dibesarkan di keluarga tani. Ayah saya memiliki beberapa lahan
sawah. Tanaman yang ditanam bervariasi, mulai padi, bawah merah dan putih, dan
ketela. Dulu, ketika saya masih kecil. Ayah saya sering mengajak ke sawah untuk
sekedar jalan-jalan atau pun memanen beberapa sayuran. Namun, ketika saya
beranjak dewasa, saya jarang sekali dan hampir tidak ke sawah lagi. Saya hanya
menyaksikan panen tiba ketika di rumah. Terakhir saya diajak ke sawah 2 bulan
yang lalu untuk melihat beberapa lahan garapan. Suatu kesempatan yang baik
untuk saya.
Ibu
saya adalah sosok yang sangat cekatan dalam hal mengatur keuangan dan makanan.
Selain menjadi Ibu rumah tangga, beliau mulai terjun dalam bidang bisnis
makanan; kue tadisional dan gorengan, ketika saya masih di sekolah dasar. Ibu
saya mengolah sebagian kecil dari hasil pertanian yang dibawa Ayah saya yaitu
ketela untuk diolah menjadi kue tradisional, welus. Kue tersebut dijual
di beberapa warung dan kantin sekolah depan rumah. Dan menjadi tugas saya untuk
mengantarkan kue-kue itu sebelum berangkat ke sekolah.
Tahun
demi tahun, Ibu saya mulai merambah ke bisnis fashion dengan menyasar
Ibu-ibu yang notabenenya suka dengan pakaian. Setiap akhir pekan, Ayah
mengantar Ibu ke pasar di Mojoagung, Jombang untuk mengambil barang dan order
beberapa pakaian untuk dijual kembali. Terkadang juga mengambil barang di
Surabaya, Pasar Kapasan. Namun, hal itu bukan berarti meninggalkan dunia
memasaknya Ibu dan mengesampingkan pertaniannya Ayah. Keduanya justru saling
melengkapi untuk terus berjuang maju bersama. Dari hasil keduanya dapat
membiayai pendidikan dasar dan menengah saya sampai lulus. Alhamdulilah!
Bisnis Pertama
Ketika
kuliah, awalnya, saya tidak diijinkan untuk melakukan bisnis. Mereka khawatir
akan mengganggu kegiatan belajar saya. Pada tahun kedua, saya meminta ijin
untuk mulai buka bisnis. Latihan bisnis pertama saya adalah berjualan pulsa. Pertama,
saya berpikir bahwa saya bisa menyediakan pulsa untuk teman-teman yang
membutuhkan. Kedua, bisnis ini tidak meyita waktu belajar saya, sehingga orang
tua saya mengiyakan ide bisnis ini. Untuk modal, saya menggunakan sebagian uang
beasiswa kuliah saya. Alhamdulillah, selama kurang lebih 6 bulan menjalani
bisnis ini, pasang surut pun saya alami. Kadang untung lebih dan tidak jarang
pula banyak yang hutang. Sehingga menuntut saya untuk menagih ke teman-teman
yang belum membayar pulsa.
Berkah di Mabna
Selama
kuliah, saya bersyukur bisa tinggal dan berkesempatan menjadi pengurus di
Ma’had kampus. Peluang bisnis pun banyak sekali ketika di ma’had. Oleh karena
itu, beberapa kali saya terjun untuk mengelola koperasi mabna yang menjual
berbagai makanan untuk mahasantri. Mulai tahun 2012 sampai 2015, sedikit banyak
berpengalaman mulai dari kulakan di pasar sampai menghitung ratusan ribu
uang receh. Memang bukan personal profit-oriented yang dicari, namun
rasa kebersamaan dan kekuatan mental-lah yang sangat bermanfaat untuk saya
pribadi.
Hasil
berjualan di mabna biasanya habis dipakai untuk keperluan dan kegiatan tambahan
di mabna. Misalnya, minum susu bareng, acara-acara mabna dan travelling dengan
teman-teman musyrif dan masih banyak lagi.
Setelah
lulus kuliah pada tahun 2014, saya menekuni bidang pengajaran bahasa Inggris.
Saya mengajar bahasa Inggris dari rumah ke rumah. Aktivitas ini saya kurang
laebih saya lakukan selama kurang dari satu tahun. Alhamdulillah, saya bisa
membiayai untuk hidup saya, meski terkadang kiriman orang tua tidak bisa
ditolak. Tahun berikutnya, saya mendedikasikan diri untuk bergabung di
Universitas sebagai kepala asrama atau murabbi. Meski digaji, akan
tetapi niat awal untuk membantu ma’had agar lebih baik. Salary was just
bonus for me.
Secara
otomatis, saya off sementara dari dunia pengajaran. Hampir seluruh
energi saya curahkan untuk kegiatan di Ma’had. Pertengahan tahun 2016, saya
telah menyelesaikan menjadi pengurus Ma’had. Saya pun kembali mengajar Les bahasa
Inggris di berbagai tempat. Hampir setiap hari, jadwal mengajar menghiasi to-do-list
saya. It’s so happy
NaGoMI
Awal
tahun 2017, tepatnya di bulan februari, saya memulai untuk berjualan Nasi
Goreng. Saya menamainya dengan NaGoMi yang kependekan dari Nasi Goreng
Mini. Memang bentuknya mini dengan harga yang mini pula, sekitar Rp. 3.000,-.
Dalam bisnis ini, saya tidak sendiri. Saya berkolaborasi dengan salah satu
mantan pegawai kantin Ma’had. Setiap setelah Sholat Isya’ atau selesai
mengajar, saya mengambil di rumahnya yang tidak jauh dari kampus. Setelah itu,
saya menitipkan di mabna putri Ma’had Sunan Ampel Al-Ali. Banyak pelajaran yang
bisa saya mabil dalam bisnis kali ini. Belajar untuk menguatkan mental
berbisnis, mental ditolak dan dikomplain.
Saya
juga sangat beruntung bisa tinggal bersama sahabat saya yang hebat dalam
berbisnis, M. Faiz Afghany. Di usia yang muda, dia mempunyai beberapa bisnis
yang dimulai dari bawah. I was
inspired by him very much. Saya salut dengan kerja kerasnya, hal penting
yang harus saya tiru. Dia mengatakan bahwa dalam berbisnis sebaiknya
mengembangkan apa yang kita suka atau lebih ke passion kita. Sehingga
ketika kita terjun dalam bidang yang kita sukai, maka kita akan all out dan
menjalani dengan suka hati.
Lastly, tidak ada salahnya bagi kita
untuk bermimpi untuk membuat rencana atau ide bisnis di masa yang akan datang.
Dalam benak saya saya ingin mempunyai Warung berkelas Nasional dan berstandar
internasional, Hotel Syari’ah, Lembaga Kursus Bahasa, dan Agro Green Park. Not
only dreaming, but make them happen. Membutuhkan High-Confidence dan
berusaha untuk mewujudkan.
Rasulullah
SAW pernah bersabda dalam salah satu haditsnya bahwa sembilan diantara sepuluh
rizki yang diberikan Allah SWT berada pada perdagangan. Maka tak ayal, beliau
sejak kecil sudah berkecimpung dalam dunia perdagangan. Sudah selayaknya, kita
sebagai ummatnya untuk berwirausaha sesuai dengan kemampuan yang kita miliki
dengan melihat peluang yang ada. Semoga kita bisa meniru semangat Rasulullah
SAW dalam berbisnis. (nsrl)
Komentar