Malaka; A Heritage City
a world heritage city |
Pada Agustus 2018, saya bekesempatan mengikuti suatu konferensi bidang bahasa dan budaya yang diselenggarakan oleh UPM-Universiti Putra Malaysia- di Malaka, Malaysia.
Konferensi yang saya hadiri terletak di kota bersejarah Melaka. Kurang lebih 150 Km dari Kuala Lumpur. Karena acaranya dimulai pukul 09.00 pagi, maka saya berangkat lebih awal, sekitar jam 7an. Dari apartemen teman saya, saya memesan Grab menuju ke stasiun LRT terdekat. Tujuan saya adalah KL Sentral.
Dari stasiun KL Sentral, saya naik kereta menuju ke terminal bus TBS (Terminal Berpadu Selatan). Karena terlalu panik dan terburu-buru, saya sempat mondar-mandir karena kebingungan mencari kereta yang akan saya tumpangi. Beruntungnya, ada penumpang lain yang terlambat. jadi meski pintu kereta sudah tertutup tetapi kami masih bisa masuk.
Bus bertingkat menuju Melaka Sentral |
Papan petunjuk stasiun di dalam LRT |
Oh ya, sebelumnya, saya sudah berjanji dengan
teman saya di Malang dulu, teman musyrif di Ma'had, yang kebetulan dia sedang
menempuh studi di Fathoni University, Thailand. Mereka sedang transit beberapa
jam di KL. Kami berencana untuk bertemu di Terminal tersebut. Suatu pertemuan
yang tidak disangka-sangka.
Berfoto bersama Abdullah Malik Ibrahim. Saat ini dia menempuh Master di Universitas Fatoni, Thailand |
Kami bertemu di terminal bus TBS. Kami sarapan bersama dan sekedar bercerita tentang pengalaman di sana. Selanjutnya, mereka akan terbang melalui KLIA2 menuju Surabaya. FYI, transportasi dari KL ke SBY lebih murah daripada penerbangan langsung dari Thailand. Oleh karena itu, mereka menempuh jalur ini. -------------- Sebelum sarapan, saya membeli tiket bus di peron yang tersedia. Ada cukup banyak peron yang menyediakan bus antar kota. Setelah itu, kami sarapan di terminal tersebut. Makanannya enak dan dan tidak terlalu mahal. Sambil menunggu keberangkatan saya, kami ngobrol ngalur ngidul. |
Banyak kursi lowong |
Oh Penumpang yang menuju ke Melaka saat itu sangat sepi, sehingga kursi penumpang relatif kosong. Jadi, saya bisa selonjoran di atas kursi. hehe. Jika dibandingkan, bus ini mirip dengan bus Patas di Indonesia dimana bus tersebut hanya berhenti di terminal tertentu. Sepanjang jalan, pemandangan kebun sawit mendominasi. Alhamdulillah, kondisi lalu lintas lancar, tidak macet.
Bangunan kolonial yang tertata apik |
Pemandangan dari Jendela Hostel. |
Terlihat Malaka Tower yang menjulang |
Bertemu peserta asal Indonesia. |
Suka dengan makanan tradisional ini |
Selain kota tua, sejumlah museum juga terawat dengan baik |
Secara geografis, kota ini merupakan daerah pesisir. Tepat di semenanjung Malaka-sesuai dengan namanya. Oleh sebab itu, daerah ini cukup terik di siang hari.
Bersambung..
Jawa Tengah, 16 April 2019
Dalam perjalanan pulang Kampoeng
Komentar