Fly to Bandung
Rabu pagi tanggal 09 Agustus 2017. Saya diantar oleh keluarga
ke Bandara Juanda di Sidoarjo. Kami berangkat pukul 08.00 pagi menuju ke
Wonocolo Surabaya bersilaturahim ke Mbah Khudhoifi untuk mengecek tempat
tinggal sementara. UIN Sunan Ampel Surabaya untuk menyerahkan
dokumen terkait kesediaan pembayaran UKT (Uang Kuliah Tunggal). Cuaca saat itu
cukup menyengat, sehingga membuat kami kepanasan. Perjalanan kami lanjutkan ke
bandara Juanda untuk check in.
Saya bersyukur karena lalu lintas saat itu lancar. Pak de,
yang juga seorang sopir, awalnya cukup bingung ketika menuju ke terminal 2
karena belum pernah ke sana. Begitu pun
juga saya. Bandara yang cukup megah tersebut sedang dalam pembangunan di sisi
lobby bandara. Sehingga para pengunjung harus berhati-hati.
Terminal 2
Adik-adik saya membantu mendorong koper saya cukup berat.
Melalui pengamanan yang ketat, kami semua masuk ke dalam waiting room. Ruangan
yang sangat luas dengan dekorasi khas
Jawa timur yakni patung Karapan sapi dan taman bunga Anggrek. Beberapa
pengunjung sempat berswafoto mengabadikan kebersamaan mereka di Bandara.
Detik-detik menuju ke check in pun terus berjalan. Kami
menunggu cukup lama di ruang tunggu sebelum keberangkatan. Adik adik berlari
kesana kemari menghabiskan waktu. Awalnya saya merasa biasa saja bahwa saya
akan meninggalkan mereka sementara untuk belajar di Bandung.
Pukul 16.20, saya minta antar Ibu, Ayah dan keluarga ke
gerbang check in. Rasa sedih sudah mulai muncul, meninggalkan keluarga untuk
menuntut ilmu. Tangispun pecah Ayah, Ibu, dan ketiga adikku. Kami larut dalam
kesedihan. Saya memeluk erat Ayah, Ibu dan semuanya. Airmata ini masih meleleh
ketika melewati petugas pengecekan.
Dilanjutkan dengan check in di pos Garuda Indonesia.
Saya khawatir terhadap Barang bawaan yang semula ditimbang sudah pas. Namun,
dalam kenyataanya lebih dari yang di tentukan 20 kg. Untungnya, saya tidak
dikenakan charge kelebihan barang. Saya pun bergegas menuju ke lantai 2
menunggu teman seangkatan yang sudah lebih dulu menunggu. Saya melihat lagi
keluarga dari atas dengan melambaikan tangan. Suatu momen yang belum pernah
saya lakukan.
Kemudian, saya mengontak teman dari Gresik yang sudah tiba. Rupanya dia sudah di depan ruang tunggu bagian
dalam. Kami pun berdiskusi kecil dan
bercerita mengenai hal-hal yang membawa kita sampai ke tempat itu. Sesekali
kami mendengar suara pengumuman terkait kode penerbangan. Beberapa kemudian,
petugas mengumumkan “Mohon perhatian, penumpang tujuan Bandung dengan penerbangan Garuda Indonesia dengan kode GA
373 dimohon untuk masuk ke dalam kabin pesawat”. Suara itu diulang-ulang hampir
3 kali. Akhirnya, kami antri masuk ke kabin pesawat.
Di tengah-tengah jembatan menuju ke pesawat, teman saya meminta saya untuk mengambil gambar
di tengah ramainya lalu lalang orang.
Kami pun masuk ke dalam kabin pesawat, kemudian duduk di
nomer 43B. Ini merupakan kali kedua saya naik pesawat. Perasaan khawatir dan
grogi masih ada. Untuk menghilnagkan itu semua, saya mencoba untuk membaca
majalah, menonton film, dan mendengarkan lagu. Alhamdulillah, semua bisa
teratasi.
Beberapa menit kemudia, pramugari cantik memberikan makanan dan
menawarkan minuman untuk saya. Menikmati perjalanan malam di atas pesawat cukup
nyaman, apalagi dengan penerbangan terbaik yang dimiliki oleh bangsa ini.
Seskali saya melihat posisi pesawat sedang berada dimana. Ini membuat saya
semakin penasaran bahwa cepat sekali pesawat ini menempuh perjalanan hampir 600
km. Dan tak terasa, pesawat sudah mulai landing. Diiringi hujan ringan, pesawat
berhati-hati dalam melakukan landing.
Kami tiba di bandara Husein sastranegara pukul 19.10 menit.
Lebih cepat 30 menit yang dijadwalkan. Ternyata hujan pun masih turun di luar
sana. Kami turun dari pesawat paling akhir sehingga kami dijemput oleh mobil
charter untuk masuk ke bandara.
Setelah mengambil koper, kami menuju ke pintu keluar untuk
menunggu taxi pesanan teman saya. Tak kurang dari 1 jam, ternyata kami harus
pindah ke parkir umum bandara. Berselang kemudian, sopir taxi itu menelpon
teman saya bahwa dia sudah ada di parkir. Kami naik ke mobil menuju tempat
tujuan kami yakni Jalan Dirgantara Raya dan Jalan Gerlong Tengah.
Sayangnya, si sopir tak bis mengantarkanku ke temapt tujuan
karena arah jalannya yang tidak satu arah. Akhirnya, saya memutuskan untuk
turun dan mencari taksi lainnya.
Perjalanan ke Jalan Dirgantara Raya
Saya tak banyak pikir langsung memesan taksi lewat Go-Bluebird.
Tak lama kemudian, taksi datang dan bergegas menuju ke tujuan. Dalam
perjalnan, sopir tampak bercerita sedikit tentang kondisi transportasi saat ini
dan memberikan saran-saran baik untuk saya.
Kami tiba di jalan dirgantara raya pukul 21.05. bersyukur
bahwa tarifnya tidak terlalu mahal, terjangkau dan pelayanan bagus. Dengan
senang hati saya mengetuk pintu pagar yang terbuat dari besi. Namun, berulang
kali saya ketuk rupanya tidak menujukkan hasil. Pada saat itu, saya belum
sholat maghrib dan sholat isya. Oleh karena itu, saya sholat terlebih dahulu di
Masjid.
Jarak masjid dengan rumah tidak terlalu jauh. Setelah sholat,
ibu mengontak saya menanyakan apakah saya sudah ada di rumah Bu Ari atau belum.
Dengan gugup dan khawatir pula, saya menelpon balik mengabarkan bahwa saya
belum di rumah Bu Arie. Saya berfikir bahwasannya, mereka sudah lelah dan sudah
pulas dalam tidurnya. Saya sudah berulang kali menelpon Bu Arie dan anaknya,
tetapi hal itu tidak berhasil.
Dengan perasaan takut dan khawatir, saya menghubungi teman
awardee lpdp yang bersamaan dengan saya. Dia mnyarankan saya untuk menginap di
rumah senior utnuk tinggal di kosnya untuk sementara waktu.
Usulannya pun saya terima. Berselang waktu kemudian, saya
mencoba hubungi kakak senior. Dan ternyata dia welcome atas kedatangan
saya. Waktu menujukkan pukul 22.10 malam. Saya memesan Go-car dan
syukurlah berhasil. Pak sopir sempat kebingungan mencari letak masjid karena
saat itu sudah malam sehingga tidak terlihat papan nama. Meski demikian,
akhirnya pak sopir bisa menemukan saya.
Perjalanan saya malam itu kurang lebih 25 menit untuk sampai
di tempat kosnya kakak senior yang terletak di depan Kampus UPI. Suasana
jalanan sangat lancar bahkan cenderung sepi. Saya berusaha untuk
mengingat-ingat jalan yang dilalui, namun rupanya sangat tidak mudah.
Setiba di tempat kos kakak senior, saya sempat mengobrol
sampai pukul 23.20. Mengobrol Ngalor-ngidul tentang berbagai hal. Dalam
pikiran, saya masih tertegun bahwa saya sudah di 600 km dari rumah tercinta
untuk menggapai cita-cita dan Ilmu Tuhan yang Maha Esa. Wallahua’lam
Komentar